Amrullah Hayatudin, SHI.,M.Ag

Kamis, 30 Agustus 2012

Transfaransi Dana Ala GONTOR

Gedung Saudi yang megah di Kampus Gontor 1, tentu bisa ditebak adalah sumbangan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia. Itu betul sekalipun tidak seluruhnya dari sana.
Demikianlah kita dididik dalam menghormati dan berterima kasih pada orang yang berkenan membantu kita.
” Man lam yasykurinnaasa, lam yasykurillaha”, demikian biasanya KH Imam Zarkasyi menyitir Hadits Rasulullah, berkenaan dengan hal tersebut
Tahun 1982, ada lagi kunjungan dari duta besar Kerajaan Saudi Arabia, Dubesnya sat itu bernama Syeikh Bakr Khumaisy. Penghormatan diberikan sesempurna mungkin, mulai dari parade baris berbaris, marching band sampai sambutan pidato dan memberikan kesempatan beliau menyampaikan pidato wejangan kepada santri.
Diantrara isi pidato Dubes adalah bahwa beliau menyampaikan salam dari dubes sebelumnya yang telah memberikan bantuan pembangunan Gedung yang diberi nama Gedung Saudi itu, kini beliau juga datang untuk menjenguk para santri dan melihat langsung pembangunan itu sekaligus perkenalan sebagai Dubes baru.
Giliran Kyai Imam Zarkasyi naik podium, beliaupun seperti biasa membaca hamdalah, syahadah dan shalawat lalu memulai trik ajaibnya. Kali ini, kata beliau, saya akan main sulap. lalu beliau mengangkat kedua tangannya keudara dan menepuk-nepuk kiri kanan dadanya terus dimasukkanlah tangan kanan beliau kedalam kantong sebelah kanan…dan muncullah segepok uang… Allahu Akbar!!! para santri meneriakkan takbir.
lalu tangan dimasukkan kedalam kantong kiri… keluar lagi segepok uang… takbir menggema lagi.
Dimasukkan tangan kedalam saku baju kemeja di balik jas hitam beliau….keluar lagi segepok uang… Allahu Akbar …
Kini beliau kehabisan kantong…maka beliau minta sebuah tas yang tergeletak diatas meja di belakang podium…begitu dibuka menyembul segepok uang lagi..
Semua uang itu lalu dihitung didepan hadlirin jumlahnya SERATUS JUTA . Balai pertemuan itu hiruk pikuk, maklum nilai seratus juta saat itu sangat dahsyat jika dihargakan dengan nilai sekarang.

Syeikh Bakr Khumaisy kelihatan tersenyum lebar sebab beliau tahu uang itu adalah uang yang beliau sumbangkan secara diam-diam kepada Kyai Imam Zarkasyi, tadi dirumah beliau sebelum masuk ruang pertemuan, maksudnya tentu untuk melanjutkan pembangunan Gedung Saudi itu. Namun Kyai Imam Zarkasyi tahu bahwa saat itu yang paling dibutuhkan santri adalah tambahan WC yang sangat kurang sehingga sering menyebabkan santri terlambat masuk kelas, kemasjid maupun menjebak masuk bagian keamanan.
Inilah tontonan mendidik yang mengajarkan bahwa transparansi itu harus dijunjung tinggi sekalipun orang yang menyumbang tidak hendak disebutkan namanya. Niat orang beramal juga harus dijalankan agar tidak menyelewengkannya. Namun kita semua harus mendahulukan mana yang harus didahulukan.
kampanye dialogis kembali berlangsung:
Gedung apa yang kalian butuhkan sekarang? Koah itu menggelegar dengan jawaban seragam: ” WCeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee”
Tapi sumbangan ini diperuntukkan untuk gedung lokal belajar. Nah mana yang kalian butuhkan untuk saat ini, lokal belajar atau WC? Kembali jawaban menggema: ” WCeeeeeeeeeeeeeee”
Syaikh Bakr Khumaisy tidak tinggal diam, beliau maju dan minta kesempatan bicara sejenak dan berkata dengan bahasa Arab yang artinya: ” saya setuju uang itu kita pakai bangun WC dahulu, nanti kita cari uang yang lain untuk melanjutkan Gedung Saudi itu”
Allahu Akbar…kembali sorak sorai bergemuruh.
Itulah kepiawaian KH Imam Zarkasyi dalam memukau audien. Konon beliau sangat mengagumi kehebatan Leonid Breznev dalam berpidato sebab beliau pernah berkunjung kesana. Namun sekaligus juga beliau paling tidak senang dengan Breznev karena dia memberlakukan pemilu dengan calon tunggal yaitu dirinya sendiri saja. Ini pembodohan paling memilukan kata KH Imam Zarkasyi tentang hal itu.
Uang seratus juta itu kemudian dimasukkan kedalam tasnya dan diserahkan langsung kepada KH. Abdullah Mahmud, sang Insinyur made in Gontor yang dijuluki bapak Pembangunan Gontor karena beliaulah yang membangun semua gedung-gedung yang ada di Gontor itu bahkan sampai dengan warna catnya yang hijau muda bersanding hijau tua.
Gontor mungkin tidak akan pernah mengganti warna cat bangunannya sampai kiamat untuk mengenang warna pilihan Bapak Pembangunan Gontor yang dinilai telah mengorbankan segalanya untuk kemajuan Gontor. Pendek kata siapa yang mengganti warna itu berarti tidak tahu sejarah Gontor.
Abdullah Mahmud adalah manusia paling idealis dan paling praktis yang pernah dimiliki Gontor. Tak ada istilah nanti apalagi besok. Maka seusai pertemuan beliau mengajak KH Imam Zarkasyi ke sebuah lokasi di depan Gedung Indonesia Satu, di sana ada bangunan gedek peninggalan lama tempat bagian BINATU berkantor (entah baitul ……apa mungkin namanya, saya lupa). Ukur sana, ukur sini lalu ditancapkan patok…patok…patok…patok. disitulah dibangun berpuluh-puluh WC dan kemudian berkembang menjadi bangunan bertingkat yang diberi nama Indonesia Empat.
Sebelum saya pulang kampung meninggalkan Gontor, Syekh Bakr Khumays kembali berkunjung ke Gontor dan membayar janjinya, namun kali ini tidak ada permainan sulap lagi. Jadi….janganlah mengulangi sesuatu yang hebat dua kali.
KH. Abdullah Mahmud meninggal dunia pada tanggal 8 Mei 2001 pada usianya yang ke 73 ( ini saya dapatkan dari wardun Gontor) sebagai satu-satunya manusia yang saya tahu sebagai politikus yang dengan suka rela sepenuh hati meninggalkan dunia politik pada saat masih sangat muda dan energik. Tidak lain karena kepercayaan sepenuhnya pada guru beliau Kyai Haji Ahmad Sahal dan KH Imam Zarkasyi.
Budi Prasetyo adalah putra beliau yang selalu satu kelas dengan saya, kini tetap tinggal gi Gontor, menempati rumah peninggalan ayahnya dan mengajar. Sangat mungkin virus-virus Bapak Pembangunan itu menjalar di dalam darahnya sehingga kalau dia diberi amanah untuk melanjutkan missi pembangunan di Gontor akan dapat dia penuhi dengan sebaik ayahnya. Wallahu A’lam. Bukankah pemegang kunci Ka’bah dari zaman Rasulullah sampai saat ini adalah keluarga yang sama.
Dikutip dari blog Ustadz Hasanain Juaini (Alumni Gontor, Pimpinan Pondok Nurul Haramain, Lombok Barat, NTB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar